Kamis, 30 April 2015

Pergerakan Nasional (2)



Organisasi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
1.     Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds.
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan. 
Dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan organisasi politik melainkan merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah berdiri tujuh cabang Budi Utomo, yakni di Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40 cabang Budi Utomo dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Tetapi, dengan adanya kongres banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan depan, dan anggota Budi Utomo kebanyakan dari golongan priayi dan pegawai negeri.
Budi Utomo mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yaitu telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Karena itu tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tahun hingga sekarang.
2.    Sarekat Islam (SI)
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, yaitu tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo. Berdirinya SI dengan dasar Agama Islam dan ekonomi. Hal ini untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI ), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang saja. 
Serekat Islam dengan gigih selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan pemerasan oleh pemerintah kolonial. Disamping tujuan ekonomi juga ditekankan adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam waktu singkat, Sarekat Islam berkembang menjadi anggota massa yang pertama di Indonesia. 
Pada tahun 1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam lokal yang diakui sebagai badan hukum.
Pada tahun 1915 berdirilah Central Sarekat Islam (CSI) yang berkedudukan di Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju kemajuan dan kerjasama antar Sarekat Islam lokal. Pada tanggal 17–24 Juni 1916 diadakan Kongres SI Nasional Pertama di Bandung yang dihadiri oleh 80 Sarekat Islam lokal dengan anggota 360.000 orang anggota. Dalam kongres tersebut telah disepakati istilah "nasional", dimaksudkan bahwa Sarekat Islam menghendaki persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa.
Dalam perkembangannya Sarekat Islam pecah menjadi dua kelompok yaitu Kelompok nasionalis religius ( nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan Sarekat Islam Putih dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto dan Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama Sarekat Islam Merah dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.
3.    Indische Partij (IP )
Didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres.
Dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan orang Indo.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
Semenjak hal ini terjadi Indische Partij makin menurun. Selanjutnya, Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). National Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.
4.    Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Karena itu penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ). 
Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
5.    Gerakan Pemuda
Gerakan ini adalah bentuk kekecewaan para pemuda karena organisasi budi utomo telah diambil alih oleh goolongan mudal. Maka pada Tanggal 7 Maret 1915 di Batavia didirikan Gerakan Pemuda Indonesia dengan Trikoro Dharmo.
Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Semenjak adanya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Sebenarnya organisasi ini masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah masing-masing.
6.    Taman Siswa
Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekolah Taman Siswa adalah tempat menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. 
Penididikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem "among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.
Karena jasanya maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) ditetapkan sebagai hari Pendidikan Nasional. Di samping itu, "Tut Wuri Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan Nasional.
7.    Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil. 
Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).
8.    Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar, seperti Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat sehingga menimbulkan kekhawtiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam ucapan, propaganda, dan tindakannya. 
Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.
Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat. Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
9.    Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan dan menulis buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
Semenjak itu muncul banyak organisasi wanita. Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita yang bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri Mardika di Batavia.

Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar